Ayah, Aku Lelah…

2 01 2012

Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yang sedang membaca Al Qur’an “Oh Ayah, ayah..” kata sang anak..

“Ada apa?” tanya sang ayah..

“Aku capek, sangat capek.. aku capek karena aku belajar mati-matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek.. aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek..

Aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! aku capek, sangat capek..

Aku capek karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung.. aku ingin jajan terus!

Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati..

Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman-teman ku, sedang teman-temanku seenaknya saja bersikap kepadaku..

Aku capek ayah, aku capek menahan diri..aku ingin seperti mereka.. mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah! ” sang anak mulai menangis..

 

Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepada anaknya sambil berkata “Anakku ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu padamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang.. lalu sang anak pun mulai mengeluh “ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. Badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah karna ada banyak ilalang..aku benci jalan ini ayah”.. sang ayah hanya dia,

 

sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu-kupu, bunga-bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang..

 

“Waaaa tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk dibawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau..

“Kemarilah anakku, ayo duduk disamping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.

“anakku, tahukah kau mengapa disini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah?”

“tidak tahu ayah, memangnya kenapa?”

“itu karena orang-orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tau ada telaga disini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu”

“oooh…berarti kita orang yang sabar ya yah? Alhamdulillah..”

“Nah..akhirnya kau mengerti”

“Mengerti apa? aku tidak mengerti”

“Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kejujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi..  Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melewati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga.. dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangat indah.. Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa-apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”

“tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar”

“aku tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuar..begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada disampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi.. ingatlah anakku. Ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri.. maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain,

jadilah dirimu sendiri.. seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tau ada Allah di sampingnya.. Maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk perhenti dan pulang.. maka kau tau akhirnya kan?”

“ya ayah, aku tau..aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini.. sekarang aku mengerti. Terimakasih ayah, aku akan tegar saat yang lain terlempar”

Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya..

“Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertawakalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS.Ali Imran [3]:200).

Innallaha ma’ashobiriin, Sesungguhnya Allah itu amat dekat dengan orang yang sabar 🙂

 





Curhatan Seorang Ibu..

2 01 2012

Beliau ga akan curhat langsung pada kita..

Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata betetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini..

Sedikit renungan buat kita sebagai anak, sebelum kita terlanjur numpuk dosa sama orangtua terutama ibu kita..

Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu.

Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu.

Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami. Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu.  Kegelisahanku demi kebaikanmu.

Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadisa yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai  persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Anakku..

Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu? Ibu bertanya-tanya, doasa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini?

Anakku..

Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan? Ibu tidak tega untuk megnadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,

Anakku..

Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku..

Anakku..

Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan meulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Anakku..

Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah,

“Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.

Anakku..

Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau disusui. Ingatlah belaian sayang dan kelelahan   Ibu saat engkau sakit. Ingatlah…Ingatlah.. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.

Anakku..ibu sangat merindukanmu..

Semoga jadi bahan renungan kita untuk berbakti kepada orang tua :’)





Life Up to The Fullest

4 11 2011

Mau share video bagus nih

Dari FUKI Fasilkom UI (Semacam DKMnya Fasilkom gitu), selamat menikmati 🙂





Assalamualaikum {^-^}

4 11 2011

Selamat datang di IklimaOnline !!